Minggu, 04 Desember 2011

Jangan Jadi Guru !

Jangan Jadi Guru !
Oleh: Sugeng Cahyadi
“Jika kalian menginginkan uang yang banyak, besok jangan jadi guru ! Soalnya gaji guru sangat sedikit ! Tidak cukup untuk membeli kebutuhan hidup sehari- hari !” Itulah ‘nasehat’ yang penulis dengar melalui telinga penulis sendiri. Tepatnya ketika penulis duduk di bangku SMA (tahun 1996). Mungkin saja sebagian besar murid di Indonesia juga menerima ‘nasehat’ yang sama  tersebut, sehingga hal itu bisa dikatakan sebagai ‘nasehat umum seorang guru’.
Seiring berjalannya waktu, maka mulai tahun 2006 berhembuslah angin perubahan (wind of change) bagi guru. Yaitu dengan digulirkannya program sertifikasi guru, yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Setelah hembusan angin perubahan sudah berjalan 5 tahun, apa saja yang kemudian sudah terjadi ?
Apanya Yang Telah Berubah ?
Apakah output pendidikan meningkat secara signifikan ? Tentunya pertanyaan tersebut belum bisa dijawab, karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang akan bisa dilihat hasilnya minimal 10 sampai 20 tahun ke depan. Itupun belum 100 % guru di Indonesia sudah menjalani proses sertifikasi (sampai saat ini tahun 2011). Artinya kita belum bisa menarik kesimpulan dari data, sebelum adanya proses uji homogenitas pada faktor yang mempengaruhi data tersebut.
Realitanya, kini guru menjadi sorotan publik. Bahkan tidak jarang menimbulkan terjadinya kecemburuan sosial, baik itu intern instansi, antar instansi hingga pada kehidupan sosial masyarakat secara luas. Inilah salah satu efek dari adanya ‘hembusan angin perubahan’ tersebut. Dilain pihak, untuk mencairkan dana sertifikasi, seorang guru harus mengumpulkan data- data standar yang sudah ditentukan. Nomor Register Guru (NRG) juga merupakan syarat mutlak untuk mencairkan dana sertifikasi. Sayangnya, masih terjadi kesalahan pada sistem, sehingga ada sebagian guru yang belum mendapat NRG. Untuk mendapatkannya, ada sebagian guru yang ‘ikhlas’ mengurus NRG-nya sendiri- sendiri. Sungguh sebuah perjuangan.
Supaya guru tidak tergelincir dalam menapaki jalan kehidupan yang penuh onak dan duri cukuplah kiranya menjalankan prinsip: khoirun nas anfa’hum lin nas (sebaik- baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya). Bukan sebaliknya, yaitu manusia yang tidak ada manfaatnya bagi manusia lainnya. Ingatlah dengan janji Allah SWT: “Dan orang- orang yang berjihad untuk (mencri keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan jalan- jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar- benar beserta orang- orang yang berbuat baik.” (Al- Ankabut: 69)
Janganlah seoarang guru berteriak dan mencaci siapapun, karena itu menunjukkan guru yang berkepribadian lemah. Seorang guru harus menjadi orang yang terbaik dalam perkataannya. Yaitu orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh, dan berkata; sesungguhnya aku termasuk orang- orang yang berserah diri. (lihat QS. Fushshilat: 33)
Wahai Guruku yang agung, pengajar generasi. Mulai detik ini, mari kita perbaiki diri kita sendiri. Sandarkan ketenangan jiwa pada keteduhan sabda baginda nabi penyampai risalah penenteram jiwa: “Kalau Allah SWT. Memberi hidayah kepada seseorang melalui kamu, itu lebih baik bagimu dari pada harta yang banyak.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)
Andakah Guru Terbaik Itu ?
Wahai guru, siapakah sebetulnya anda ? Bukankah anda adalah orang yang mendapat shalawat dari Allah SWT dan malaikat- Nya ? Bukankah anda adalah orang yang menyebabkan para Malaikat merendahkan sayap- sayapnya untuk mengagungkan anda ? Bukankah anda orang yang menyebabkan ikan- ikan di lautan membacakan istighfar untuk anda ? Jika begitu, anda adalah orang yang bermahkota tinggi dan terhormat. (lihat: Al Mu’allimur Rabbani). Karena begitu tingginya kedudukan anda, hingga Ahmad Syauqi berkata: “Berdirilah untuk menghormati guru dan agungkanlah dia. Guru itu hampir- hampir seperti seorang rasul.”
Wahai guru, pewaris ilmu Rasulullah SAW. dan pembuka akal dengan dzikir. Karena anda adalah pengemban risalah para nabi dan rasul, seorang guru harus memiliki bekal dan persiapan agar dapat menjalankan profesi dan risalahnya. Yang pertama, seorang guru harus ikhlas yang berarti bekerja tanpa pamrih. Yang kedua, seorang guru harus mengerti akan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru. Yang ketiga, seorang guru harus kompeten dibidangnya. Itulah esensi dari profesionalisme, dan itulah tanda- tanda pokok dari seorang guru yang baik.
Imbalan Di Atas Imbalan
Dari detak jantung yang paling lembut, kita bisa merenungkan alangkah besarnya imbalan bagi seorang guru. Karena guru adalah orang yang mendapat shalawat dari Allah SWT dan segenap makhluk-Nya. Ingatlah ketika semua makhluk mendoakan seorang guru sambil bercucuran air mata, karena melihat keikhlasan dan pemahamannya dalam menyampaikan risalah kenabian yang ada di pundaknya.
Kedudukan dunia juga akan didapatkan oleh seorang guru, yaitu sesuai dengan firman-Nya: “(Yaitu) orang- orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Dan kepada Allahlah kembali segala urusan.” (Al- Hajj: 41)
“Ya Allah SWT  Illahi Rabbi, Maha Suci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Aku meminta ampunan-Mu dan aku bertobat kepada-Mu.”
Wahai guruku, semoga Allah SWT. Menolong anda dan menjadikan anda orang yang bermanfaat. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang- orang yang diterima di sisi-Nya. Amiin !
Sugeng Cahyadi, S.Pd.I
Guru IPA MTs N Purworejo

NB: Artikel ini bisa dibaca di Majalah Rindang No. 05 Th. XXXVII/ Desember 2011



Teacher Quote 20