Jadilah Guru Bodoh
Oleh : Sugeng Cahyadi
Mengapa harus menjadi guru bodoh ? Karena untuk menjadi seorang pembelajar sejati, guru pun harus mau terlihat seperti orang bodoh dan menyadari bahwa dirinya memang bodoh. Logikanya jika seorang guru sudah merasa bahwa dirinya pintar, maka dia tidak akan pernah belajar. Guru yang tidak pernah belajar adalah guru yang akalnya lambat laun akan mati, sehingga ilmunya pun mati seiring dengan berbagai permasalahan kehidupan yang muncul. Ekstrimnya, guru yang tidak pernah belajar ilmunya hanya seluas apa yang ada di buku ajar (diktat) atau LKS. Maka dari itu, jadilah seorang guru sekaligus murid.
Tingkatan Bodoh
Seperti halnya dengan kepandaian, bodoh juga mempunyai beberapa tingkatan. Iman supriyono dari SNF Consulting membagi kebodohan menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1) Bodoh Dinamis, 2) Bodoh Statis, dan 3) Bodoh Absolut / Mutlak.
Bodoh dinamis adalah seseorang yang menyadari bahwa dirinya bodoh dan kemudian mau belajar terus- menerus, sedangkan bodoh statis adalah orang bodoh dan tidak menyadari bahwa dirinya bodoh, sehingga ia tetap bodoh selamanya. Terakhir adalah bodoh absolut, yaitu orang bodoh yang tidak merasa bahwa dirinya bodoh dan malah membodoh- bodohkan orang lain.
Seseorang yang menyadari bahwa dirinya bodoh, tentu saja akan selalu berusaha untuk belajar terus- menerus dengan tidak pernah mengenal rasa puas, karena ia akan terus mencari kebodohan- kebodohan yang ada didalam dirinya. Ia menyadari betul perintah tuhannya- Alloh SWT- dalam Q.S Hud: 46 :”Sesungguhnya Aku (Alloh SWT) memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang- orang yang tidak berpengetahuan”. Maupun nasehat Rasulullah SAW agar menjadi seorang pembelajar sejati karena menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi mukmin laki- laki dan perempuan dari detik kelahiran hingga detik kematian.
Ketika proses belajar seseorang terhenti, maka seseorang tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang. Mempelajari hal yang baru akan membuat seseorang tampil dinamis. Kekuatan intelektual, kekuatan jiwa dan kekuatan perasaan akan melekat pada seorang guru, hingga seorang guru ucapan dan nasehatnya singkat tapi padat (ijaz) dan bisa dipertanggung jawabkan serta tepat sasaran. Ucapannya dapat dipahami oleh orang awam dan bisa dinikmati oleh para cerdik pandai. Itulah nilai tarbawiyah (pembelajaran) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena seorang guru adalah manajer terlatih yang mengelola pusat belajar dan disini seorang guru bertindak sebagai mentor.
Komitmen Belajar
Seorang guru tentulah paham betul dengan sabda rasulullah SAW .: “Jika Alloh SWT memberi hidayah kepada seseorang melalui dirimu, itu lebih baik bagimu daripada harta yang banyak” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad). Tanpa memiliki ilmu pengetahuan, mana mungkin seorang guru bisa menjadi perantara hidayah bagi para muridnya.
Tom Massey dalam buku Ten Commitments For Men, mengungkapkan satu alasan mengapa belajar menjadi sangat penting adalah bahwa belajar akan menjadikan seseorang mampu menghadapi perubahan dengan positif dan produktif. Ketika terjadi perubahan, seseorang mempunyai dua pilihan: korban perubahan atau menjadi agen perubahan.
Menurut profesi dan tanggung jawabnya, guru adalah agen perubahan, namun bisa saja terjebak menjadi korban perubahan apabila seorang guru tidak memperbaiki dirinya. Konsep belajar dalam Islam untuk mencari ilmu pengetahuan diawali dengan metode yang sangat sederhana dan mudah dilakukan, yaitu iqro’ (membaca/ bacalah), karena Alloh SWT memberikan pengajaran pada manusia dengan perantaraan baca tulis (Q.S. Al-Alaq:4).
Melalui membaca, seseorang menjadi tahu, terbuka dan bijaksana. Apa yang harus dibaca ? jawabnya adalah segala hal yang positif yang bisa membuat seseorang menjadi tercerahkan. Bisa membaca Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Kaun (alam semesta), buku, maupun diri kita pribadi. Semoga saja seorang guru tidak termasuk golongan manusia yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu golongan manusia yang mempunyai hati tetapi tidak untuk memahami, mempunyai mata tidak untuk melihat dan mempunyai telinga tidak untuk mendengar, sehingga tidak ubahnya seperti binatang ternak. Bahkan lebih sesat lagi, mereka itulah orang- orang yang lalai (Q.S. Al-A’raf:179). Sebaliknya, semoga seorang guru termasuk golongan manusia yang menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati yang telah diberikan oleh Alloh SWT untuk bersyukur (Q.S. An-Nahl:78)
Imam Al- Ghozali dalam kitabnya Raudhatut Thalibin wa Umadatus Shalihin, merangkum tiga ilmu yang wajib dipelajari oleh seorang mukmin, yaitu: Ilmu Tauhid (ke Esaan Tuhan), Ilmu As-Sirr (berkaitan dengan hati dan tingkah lakunya) serta ilmu Ibadat lahiriyah (berkaitan dengan fisik dan harta benda). Cambuk motivasi yang perlu diteladani adalah profil para pencari ilmu sejati, seperti Jamaluddin Abul Hasan Ali bin Yusuf al Qifthi al Mishri al Halabi (568-636H) yang begitu gigih membeli dan mengumpulkan buku untuk diserap ilmunya, hingga rumahnya menjadi perpustakaan tempat berkumpulnya para ulama dan kiblat para penulis dan penyalin buku.
Ibnu Aqil (431-513 H) adalah pencari ilmu yang juga patut diteladani, karena Ibnu Aqil adalah ulama yang sangat produktif yang banyak menghasilkan karya di lebih dari 20 disiplin ilmu. Master piece nya adalah Al-Funun yang berisi tentang teologi, ushul fiqh, fiqh, tafsir, nasehat, bahasa, gramatika arab, sejarah, kisah- kisah, syair dan lain- lain.
Simaklah sebagian kata pengantar Ibnu Aqil dalam Al-Funun seperti yang dinukil dari buku ke-3 Seri Kisah Para Pencari Ilmu nya Abd Fattah abu Ghuddah berikut: “Waktu adalah sebaik- baik perkara yang harus diisi dan dimanfaatkan. Sungguh, aku selalu menyibukkan diri disetiap waktu. Aku selalu mendekatkan diri kepada Alloh SWT dengan mencari ilmu, karena ini adalah kendaraan untuk mendekatkan diri kepada Nya. Mencari ilmu adalah jalan untuk terbebas dari gulita kebodohan menuju cahaya syariat. Setiap waktu aku mendekat kepada Nya dengan mencari ilmu. Aku selalu memburu hikmah dari setiap fatwa, nasehat ulama, isi mushaf, isi buku dan buah pikiran. Tak jemu aku hilir mudik diajang diskusi, majelis- majelis para ulama dan forum orang- orang soleh. Sungguh aku berusaha menepis kebodohan agar bisa meraih prestasi para ulama dan orang- orang soleh sebelumku. Tujuanku adalah mencari keutamaan. Andaikan keutamaan dan prestasi tidak bisa kuraih dengan segera, maka cukuplah bagiku bisa memaksimalkan waktu untuk terbebas dari kebodohan dan tabiat buruk…”
Itulah cambuk bagi seorang guru yang harus memiliki sumber- sumber ilmu yang akan memberikan hal- hal baru, sehingga guru bagaikan sungai yang bisa memberi minum kepada orang- orang yang kehausan dan menyirami tandusnya akal menjadi bunga- bunga pengetahuan.
Jangan sampai seorang guru mempunyai tingkatan intelektual sama dengan murid- muridnya, padahal seluruh masa depan para murid tergantung di pundaknya. Begitu besarnya peran seorang guru terhadap muridnya, hingga Ahmad Syauqi pernah berkata: “Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa- siswa yang lebih buruk darinya.”
Sugeng Cahyadi, S.Pd.I
Guru IPA MTs Negeri Purworejo
Jl. Keseneng- Purworejo. Jateng. 54119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar