Matinya Konsep Tholabul Ilmu
Oleh: Sugeng Cahyadi, S.Pd.I.
Oleh: Sugeng Cahyadi, S.Pd.I.
Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki- laki maupun perempuan. Allah SWT. juga telah menegaskan dengan janji-NYA, bahwa orang- orang yang mempunyai (menguasai) ilmu pengetahuan akan ditinggikan beberapa derajat (Q.S. Al Mujaadilah:11). Tidak ada salahnya juga, jika kita merenungkan perkataan Albert Einstein bahwa: “Takkan timbul sesuatu yang benar- benar berharga dari ambisi atau dari sekedar merasa berkewajiban”.
Dari berbagai pengertian di atas, kita akan menjadi tahu dimanakah keberadaan diri kita dalam upaya menjalankan tuntunan syariat dalam mencari ilmu. Apakah menuntut ilmu hanya merupakan kewajiban, atau sekaligus sebagai suatu kebutuhan.
Manajemen Cita- cita
Setiap orang tua selalu menginginkan anak- anaknya menjadi manusia terbaik, mempunyai akhlaqul karimah dan berkedudukan (mapan ekonomi), akan tetapi para orang tua seringkali lupa atau tidak sempat, atau memang tidak mempersiapkan anak- anak mereka sejak dini dengan mengenalkan dan menerapkan pembelajaran, bahkan mulai anak sejak di dalam rahim sang ibu. Ingatkah dengan teori pendidikan yang muncul 1400 tahun yang lalu, bahwa Rosulullah SAW. bersabda:”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi adalah orang tuanya”.
Berdasar sabda Nabi tersebut, ternyata pendidikan atau sistem pendidikan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian maupun intelektual anak. Menurut berbagai penelitian tentang perkembangan kecerdasan, ternyata pada fase hamil adalah sangat penting bagi pertumbuhan kemampuan intelektual janin, yang bisa didapat dari pola makan (halalan thoyiban), keseimbangan mental ibu hamil, serta penanaman pendidikan pra-natal.
Pengharapan orang tua terhadap anak- anaknya tentunya tidak akan tercapai jika orang tuanya sendiri tidak peduli dengan konsep pendidikan anak- anaknya sejak dini. Hal ini bisa lebih diperparah lagi bila orang tua dan para pendidik salah dalam menerjemahkan tentang konsep pendidikan.
Tugas para pendidik, baik orang tua maupun tenaga kependidikan mulai saat ini adalah mengembalikan pendidikan sesuai dengan konsepnya. Makna yang terkandung dalam konsep Tholabul Ilmu adalah pemahaman yang bermuara pada penguasaan serta pengembangan yang berorientasi pada aplikasi terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang telah dikuasai tetapi tidak dikembangkan, maka ilmu tersebut akan mengalami kemandegan (stagnan).Tentunya hal ini tidak sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah di bumi untuk mengelola dan memelihara segala apa yang ada di bumi untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Tidak berkembangnya ilmu pengetahuan pernah disinggung oleh Einstein melalui ungkapannya :”Tidak ada tanda yang lebih pasti tentang ketidak-warasan ketimbang melakukan hal yang sama berulang- ulang dan mengharapkan hasil- hasilnya berbeda”.
Titik akhirnya adalah jangan pernah tanyakan berapa nilaimu pada anak didik kita, tetapi berkatalah:”Tolong jelaskan padaku apa yang telah engkau pelajari hari ini, dan apa yang akan engkau lakukan dengan apa yang telah engkau dapat hari ini”.
Kembali Pada Konsep
Ternyata kesalahan konsep sistem pendidikan sudah ada sejak zaman Albert Einstein masih sekolah, karena ia pernah berkata: ”Satu- satunya hal yang menghambat pembelajaran saya adalah pendidikan saya”. Ia merasa terkungkung pola pikir dan kreativitasnya, karena di sekolah dipaksakan dalam standarisasi yang bersifat kaku dan mengabaikan ide- ide siswa. Akhirnya ia lebih suka tidak masuk kelas dan melewatkan waktunya dalam laboratorium, yang pada akhirnya ia menemukan teori Relativitas.
Otak (akal) manusia sungguh hebat, karena memiliki kapasitas yang tak terbatas untuk mencipta atau berkarya. Kita bisa lebih jenius dibanding Einstein, hanya saja pemikiran kita terbelenggu oleh pemahaman terhadap konsep mencari ilmu yang salah, karena dalam menuntut ilmu kita masih sampai pada taraf yang penting naik kelas atau lulus ujian nasional (UAN), bukan pada penguasaan ilmu itu sendiri.
Akhirnya output yang dihasilkan hanya mengalami kebingungan meski di negara sendiri, karena output tidak mempunyai kecakapan ilmu pengetahuan, dan ternyata mereka baru sadar bahwa mereka tidak mendapatkan ilmu apapun setelah bertahun- tahun menghabiskan waktunya mengenyam pembelajaran di lembaga pendidikan. Output kita bagaikan orang buta yang kehilangan tongkat, bersaing di pasar kerja tidak bisa, mencipta lapangan kerja sendiripun tak dapat Akibatnya pengangguran pun terus menumpuk dari tahun ketahun dan ternyata output pendidikan Indonesia belum bisa menagih janji Allah SWT. Seperti yang tertuang dalam Q.S Al-Mujaadilah:11, akibat terjadinya kesalahan konsep dalam menuntut ilmu.
Untuk mencari solusi terhadap bagaimana konsep mendapatkan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki visi yang jelas. Visi yang jelas dapat menyelamatkan kita, meskipun kita berada didalam sistem yang kacau. Kesepahaman antara anak dan orang tua perlu ditanamkan dan dikembangkan sebagai bentuk pengalaman pembelajaran dini. Pengalaman sejak dini yang diberikan pada anak tentang bagaimana konsep dalam menuntut ilmu yang benar, yang mengedepankan proses yang bermuara pada pemahaman dan penguasaan, akan membuat perkembangan otak anak menjadi pesat. Dengan demikian kita tidak membunuh ide- ide jenius dan rasa ingin tahu anak, karena anak tidak terbebani dengan target- target yang bersifat ambisius yang tidak sesuai dengan kemampuan anak dalam mendapatkan suatu ilmu pengetahuan.
Jika kita memahami bahwa menuntut ilmu selain sebagai kewajiban melainkan juga sebagai kebutuhan kita, niscaya dalam menuntut ilmu kita akan ikhlas, tetap fokus pada tujuan, yaitu menguasai dan mengamalkan ilmu karena telah mendapat amanah sebagai khalifah planet bumi, maka hasilnya pun akan baik karena kita tidak membawa pamrih tertentu dan kita selalu dilandasi oleh sikap tawakal.
Sugeng Cahyadi, S.Pd.I
Guru IPA Terpadu MTs. Negeri Purworejo
Dari berbagai pengertian di atas, kita akan menjadi tahu dimanakah keberadaan diri kita dalam upaya menjalankan tuntunan syariat dalam mencari ilmu. Apakah menuntut ilmu hanya merupakan kewajiban, atau sekaligus sebagai suatu kebutuhan.
Manajemen Cita- cita
Setiap orang tua selalu menginginkan anak- anaknya menjadi manusia terbaik, mempunyai akhlaqul karimah dan berkedudukan (mapan ekonomi), akan tetapi para orang tua seringkali lupa atau tidak sempat, atau memang tidak mempersiapkan anak- anak mereka sejak dini dengan mengenalkan dan menerapkan pembelajaran, bahkan mulai anak sejak di dalam rahim sang ibu. Ingatkah dengan teori pendidikan yang muncul 1400 tahun yang lalu, bahwa Rosulullah SAW. bersabda:”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi adalah orang tuanya”.
Berdasar sabda Nabi tersebut, ternyata pendidikan atau sistem pendidikan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian maupun intelektual anak. Menurut berbagai penelitian tentang perkembangan kecerdasan, ternyata pada fase hamil adalah sangat penting bagi pertumbuhan kemampuan intelektual janin, yang bisa didapat dari pola makan (halalan thoyiban), keseimbangan mental ibu hamil, serta penanaman pendidikan pra-natal.
Pengharapan orang tua terhadap anak- anaknya tentunya tidak akan tercapai jika orang tuanya sendiri tidak peduli dengan konsep pendidikan anak- anaknya sejak dini. Hal ini bisa lebih diperparah lagi bila orang tua dan para pendidik salah dalam menerjemahkan tentang konsep pendidikan.
Tugas para pendidik, baik orang tua maupun tenaga kependidikan mulai saat ini adalah mengembalikan pendidikan sesuai dengan konsepnya. Makna yang terkandung dalam konsep Tholabul Ilmu adalah pemahaman yang bermuara pada penguasaan serta pengembangan yang berorientasi pada aplikasi terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang telah dikuasai tetapi tidak dikembangkan, maka ilmu tersebut akan mengalami kemandegan (stagnan).Tentunya hal ini tidak sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah di bumi untuk mengelola dan memelihara segala apa yang ada di bumi untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Tidak berkembangnya ilmu pengetahuan pernah disinggung oleh Einstein melalui ungkapannya :”Tidak ada tanda yang lebih pasti tentang ketidak-warasan ketimbang melakukan hal yang sama berulang- ulang dan mengharapkan hasil- hasilnya berbeda”.
Titik akhirnya adalah jangan pernah tanyakan berapa nilaimu pada anak didik kita, tetapi berkatalah:”Tolong jelaskan padaku apa yang telah engkau pelajari hari ini, dan apa yang akan engkau lakukan dengan apa yang telah engkau dapat hari ini”.
Kembali Pada Konsep
Ternyata kesalahan konsep sistem pendidikan sudah ada sejak zaman Albert Einstein masih sekolah, karena ia pernah berkata: ”Satu- satunya hal yang menghambat pembelajaran saya adalah pendidikan saya”. Ia merasa terkungkung pola pikir dan kreativitasnya, karena di sekolah dipaksakan dalam standarisasi yang bersifat kaku dan mengabaikan ide- ide siswa. Akhirnya ia lebih suka tidak masuk kelas dan melewatkan waktunya dalam laboratorium, yang pada akhirnya ia menemukan teori Relativitas.
Otak (akal) manusia sungguh hebat, karena memiliki kapasitas yang tak terbatas untuk mencipta atau berkarya. Kita bisa lebih jenius dibanding Einstein, hanya saja pemikiran kita terbelenggu oleh pemahaman terhadap konsep mencari ilmu yang salah, karena dalam menuntut ilmu kita masih sampai pada taraf yang penting naik kelas atau lulus ujian nasional (UAN), bukan pada penguasaan ilmu itu sendiri.
Akhirnya output yang dihasilkan hanya mengalami kebingungan meski di negara sendiri, karena output tidak mempunyai kecakapan ilmu pengetahuan, dan ternyata mereka baru sadar bahwa mereka tidak mendapatkan ilmu apapun setelah bertahun- tahun menghabiskan waktunya mengenyam pembelajaran di lembaga pendidikan. Output kita bagaikan orang buta yang kehilangan tongkat, bersaing di pasar kerja tidak bisa, mencipta lapangan kerja sendiripun tak dapat Akibatnya pengangguran pun terus menumpuk dari tahun ketahun dan ternyata output pendidikan Indonesia belum bisa menagih janji Allah SWT. Seperti yang tertuang dalam Q.S Al-Mujaadilah:11, akibat terjadinya kesalahan konsep dalam menuntut ilmu.
Untuk mencari solusi terhadap bagaimana konsep mendapatkan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki visi yang jelas. Visi yang jelas dapat menyelamatkan kita, meskipun kita berada didalam sistem yang kacau. Kesepahaman antara anak dan orang tua perlu ditanamkan dan dikembangkan sebagai bentuk pengalaman pembelajaran dini. Pengalaman sejak dini yang diberikan pada anak tentang bagaimana konsep dalam menuntut ilmu yang benar, yang mengedepankan proses yang bermuara pada pemahaman dan penguasaan, akan membuat perkembangan otak anak menjadi pesat. Dengan demikian kita tidak membunuh ide- ide jenius dan rasa ingin tahu anak, karena anak tidak terbebani dengan target- target yang bersifat ambisius yang tidak sesuai dengan kemampuan anak dalam mendapatkan suatu ilmu pengetahuan.
Jika kita memahami bahwa menuntut ilmu selain sebagai kewajiban melainkan juga sebagai kebutuhan kita, niscaya dalam menuntut ilmu kita akan ikhlas, tetap fokus pada tujuan, yaitu menguasai dan mengamalkan ilmu karena telah mendapat amanah sebagai khalifah planet bumi, maka hasilnya pun akan baik karena kita tidak membawa pamrih tertentu dan kita selalu dilandasi oleh sikap tawakal.
Sugeng Cahyadi, S.Pd.I
Guru IPA Terpadu MTs. Negeri Purworejo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar